“Apa yang kau pikirkan? Kau kaget saat aku memanggilmu Pee? Ada apa dengan panggilan itu? Apa ada yang aneh?”
Tentu saja aku merasakan hal itu. Akupun tau pasti bahwa dia menyadari itu. Panggilan itu, panggilan kasih sayangku dan dia. Kenapa Niko bisa- bisanya mengucapkan panggilan itu.
Beberapa menit berlalu. Aku tak menjawab ketiga pertanyaannya. Sayup- sayup terdengar menjauh.
“Iya kek, hati- hati”
Apa, kemana kakek tadi. Aku hanya terdiam beberapa menit saja, kenapa kakek itu pergi, ada apa.
“Hey, lagi- lagi, ada apa denganmu?”
Aku tak tau semua ini. Begitu berkecamuk dipikiranku. Semua terasa berlalu begitu cepat tanpa kusadari. Aku tak ingin melalui malam ini begitu saja. Aku ingin tau siapa Niko sebenarnya. Sebentar kakek itu hadir dihadapanku. Sebentar dia menghilang. Niko pun demikian. Beberapa detik tadi dia masih berada jauh disana. Dan sepersekian detik kemudian dia hadir didepan mataku. Menakjubkan memang untukku.
Malam itu, kupandangi sekitarku. Malam dingin kurasakan menusuk ketulang. Niko datang membawakan secangkir teh hangat padaku. Aku kembali merasakan hal yang sama ketika terbangun siang tadi.
Dia memintaku menceritakan semuanya. Dengan tenang aku berusaha meyakinkan dirinya.
Beban ini adalah tanggunganku, begitu pikirku. Sayup- sayup terdengar, kantukku begitu menyiksa rasanya. Niko mengambilku, kali ini dia menyandarkanku di pundaknya yang kekar itu. Berkali- kali aku merasakan hal ini begitu menyenangkan. Suasana yang sunyi terasa sangat menyentuh hati dan jiwaku.
Suaranya bergetar saat menyatakan keinginannya untuk membantuku.
“Aku akan menjadi dia yang telah pergi meninggalkanmu. Aku tak akan membuatmu bersedih lagi. Semua ini adalah kehendak yang kuasa. Selanjutkan kau adalah tanggung jawabku. Karena ini adalah permintaan darinya”
Begitu aku mendengar kalimat itu sayup- sayup didalam lamunan tidurku. Dingin terasa menusuk ketulangku hingga akhirnya aku tersadar dari tidurku. Tanpa sadar lagi aku berada dipangkuan Niko. Namun kenapa terasa begitu dingin.
Kubangunkan Niko dari tidurnya. Dan memintanya masuk kerumah bersamaku. Niko sangat memanjakanku, memberikan fasilitas tempat tidur padaku.
Dingin terasa begitu hebatnya. Terbangun dari tidurku di kala subuh telah masuk. Namun sang surya tak jua menunjukan dirinya. Aku berpikir sejenak tentang semua yang terjadi hari kemaren. Aku sungguh penasaran pada Niko.
Pagi itu, aku mencoba membalas segala jasa yang telah diberikannya padaku. Terkaget aku bukan main. Pagi itu, pagi yang sangat aneh bagiku. Aku merasa hal yang sama terulang untuk kesekian kal. Namun kali ini ada yang berbeda. Niko berdiri dengan wajah tampannya. Bersih, rapi, dan dengan sebilah pisau ditangan kanannya. Memandangku tajam sambil tersenyum. Gemetar hingga ketulang kurasakan saat melihat semua yang ada di pagi itu. Teringat cerita- cerita orang tentang kanibalisme. Takut bukan main aku rasakan. Yang terlihat begitu nyata rasanya. Sebuah api dan tungku telah mendidih. Dan aku tak tau apa isi tungku itu. Pikiranku mulai berkecamuk lagi. Aku berusaha tetap tenang dan tidak menampakkan rasa gugupku. Niko mendekatiku, membawa pisau itu, dan.
Pagi terasa begitu menyegarkan. Aku berjalan menusuri jalan tempat itu lagi. Suara ribut binatang liar tak lagi terdengar. Tempat itu kembali diselubungi kabut tebal seperti hari kemaren. Dengan perut kenyang aku berjalan dengan tenang.
Niko memang pria yang pandai disegala bidang. Pria yang seperti ini sungguh idaman kaum hawa.
Begitu aku berfikir tentangnya. Dalam lamunanku, aku mencoba terus melangkah kedepan. Memahami semua jalan yang kemaren aku lalui. Berharap dapat bertemu malaikat itu lagi. Berpikir lagi, bagaimana Niko telah meyakinkan diriku kemaren.
“Aku akan menjadi dia yang telah pergi meninggalkanmu. Aku tak akan membuatmu bersedih lagi. Semua ini adalah kehendak yang kuasa. Selanjutnya kau adalah tanggung jawabku. Karena ini adalah permintaan darinya”
Apa kata- kata yang kemaren itu sungguh ucapannya yang nyata atau hanya hayalan dimimpiku saja. Apa yang aku rasakan ketika berada didekatnya, terasa begitu nyaman. Aku merasa terlindungi disampingnya.
Berharap aku akan malaikat yang menari- nari itu mengajakku juga.
Sayang, kau tau ini begitu berat. Begitu sakit untukku menghadapi ini. Begitu menyayat relung hatiku yang terdalam.
Terus melangkah lagi. Aku mencoba berhenti di satu titik dimana aku dapat melihat hijaunya danau dibalik bukit ini. Berpikir apakah ada seseorang disana. Berpikir apa yang dia lakukan ditempat itu.
Hatiku bergetar, bulu remangku berdiri. Menandakan sesuatu yang aneh mengikutiku. Perlahan aku merasakan satu sentuhan. Terasa begitu nyata. Dengan wajah pucat, dingin dan gemetaran aku berusaha melewati tempat kemaren aku bertemu dengan kakek tua yang mengenal Niko itu. Berusaha menghilangkan rasa takutku. Menghangatkan diriku dengan kedua telapak tanganku yang nyatanya sudah terasa pucat. Diketakutanku, aku berlari, berlari mendaki bukit itu.
Belum sampai aku disana, seseorang menarikku. Mengambil diriku kembali turun. Kali ini dia mebawaku ke tepi danau. Tanpa bertanya, aku sudah mengenal bau khasnya.
“Kau tak perlu kesana lagi. Akan sia- sia semua kerjamu itu. Tak ada gunanya kau kesana. Yang kau butuhkan adalah keluar dari semua ini. Keluar dari ketidaksanggupanmu. Berkali- kali kubilang. Kau tak perlu mencarinya lagi. karena aku ada untukmu. Aku ada untuk menjagamu. Aku ada karenamu. Karena kau adalah tanggung jawabku”
Berhenti kami ditepian danau. Memandang jauh aku kesetiap sudut danau itu. Tak seorangpun disana. Sejenak aku berpikir. Kenapa tempat seindah ini tak didiami seorangpun. Seorangpun kecuali Niko, dan kakek tua yang aku temui. Kemana semua orang, kemana orang- orang yang lain, kenapa berbeda sekali dengan kampungku. Desa ini begitu aneh. Desa ini begitu menyimpan banyak rahasia.
Aku mulai berpikir dengan semua perkataanya. Aku mulai berpikir akan keanehan itu. Kali ini aku mencoba menelannya kebenakku.
“Apa yang kau tau? Sedikit pun kau tak pernah tau siap aku, kau tak kan pernah memahami diriku”
Tanpa menghiraukan perkataanku, Niko menggenggam dan menarikku kembali kerumah itu. Seperti dia tau dengan yang kurasakan. Kembali dia menarikku lagi, lagi, dan lagi. Aku mengikuti langkahnya. Mengikuti gerak tangannya.
Niko, semoga semua ucapanmu bukan hayalanku. Bukan hanya janjimu untuk menghibur diriku. Semoga semua ini bukan mimpi. Dan jika itu mimpi, tolong bangunkan aku lekas”
“Aku berjanji. Ini bukan mimpi. Bukan hayalanmu. Aku bukan pria hayalanmu bukan. Ini janji yang kubuat bukan hanya untuk menghiburmu. Aku tak akan membangunkanmu karena ini semua nyata”
Aku terperangah mendengar Niko. Membuatku semakin penasaran. Bagaimana mungkin. Jangan lagi buat aku penasaran Niko. Sejenak aku mulai menerawang lagi.
Apa Niko tau semua isi hatiku. Apa dia punya indra keenam. Kekuatan, atau magis macam apa yang dia miliki sebenarnya.
“Niko, aku mohon, tolong jawab rasa penasaranku ini”
Sejenak Niko berbalik.
“Baiklah !!!”
Niko menghentikan langkahku. Berhenti dan menjelaskan semuanya padaku. Perlahan dia mulai buka suara. Memintaku agar tidak berfikir yang aneh- aneh.
“Aku hanya orang yang biasa saja. Aku bahkan tak punya kelebihan seperti yang kau bayangkan. Aku mengikutimu kemanapun kau melangkah selama 2 tahun ini. Aku berusaha mendekatimu. Namun itu nihil. Aku mencoba menghubungimu pada semua teman- temanmu. Merekapun merasa kau telah berubah selama 2 tahun ini. Dihari pernikahanmu, dihari dimana hari itu akan menjadi hari yang paling berharga buatmu. Aku, aku orang yang berdosa ini. Orang yang selama ini kau cari. Orang yang selama ini kau kutuk, mencoba membersihkan dosa- dosanya”
Terdiam aku mendengar Niko bicara. Dalam hati aku berkecamuk. Pandanganku terasa berkunang- kunang. Kata- katanya terngiang- ngiang diotakku. Waktupun terasa berhenti sesaat.
“Niko, orang ini, orang ini yang selama ini aku..”
Dunia terasa berhenti berputar. Dia orang yang membuatku jadi seperti ini. Dia orang membuatku hancur selama ini.
“Kau, kau telah menyakitiku selama ini. Kau telah membuatku mati selama ini. Kau tau, begitu sakitnya aku. Hingga untuk hidup pun aku tak sanggup”
Aku sungguh tak kuasa menahan air mata yang jatuh berlinangan. Berlari meninggalkan Niko yang kala itu tengah menyesali perbuatannya. Tanpa mengejarku, meninggalkanku berlari sendirian. Berlari kebukit itu, berharap para malaikat menyaksikan semua yang kualami. Berharap malaikat mau memberikan kesempatan kedua pada kami.
Sampai aku dibukit tempat para malaikat menari- nari itu. Siang pun terasa berubah sekejab. Berubah menjadi gelap. Berharap dia mau menerangkan padaku atas semua ini. Berharap dia dapat memberitahuku kenapa orang ini yang kau kirimkan padaku. Kenapa baru sekarang.
Tanpa aku sadari, 2 jam berlalu. Air mataku mengalir tanpa henti. Tanpa henti mengenang semua hal yang selama ini terjadi.
Langkahnya terdengar berat. Tak sama ketika dia mengambilku seperti kemaren. Terdengar suaranya yang khas. Terdengar dia bicara padaku dengan nada yang memang tak pernah kudengar selama mengenalnya.
“Saat itu, ketika Viky akan menghadiri pernikahan kalian. Pagi itu, dia sangat terburu- buru. Saat aku mengendarai mobilku, dia dengan mobilnya dengan sebegitu kencang hingga kejadian itu berlangsung. Akupun masih ingat dengan jelas pancaran wajahnya dari kejauhan ketika itu. Saat tabrakan itu terjadi, dia terhempas keluar dari mobilnya. Namun aku selamat, karena saat itu aku terhempas ketumpukan pasir. Aku berusaha mengejarnya. Menyelamatkannya bersama teman- temanku. Saat itu yang kulihat, digenggamanya sebuah telpon genggam dengan display picture dirimu. Aku menyadari saat itu kalian akan melakukan resepsi pernikahan karena aku melihat ketikan pesannya yang belum sempurna. Kuharap semua penjelasanku dapat kau terima”
Penjelasan panjang yang membuat jantungku terasa berhenti. Seakan ingin aku menyusulnya, mengakhiri hidupku, menebus kesalahanku. Aku merasakan hal yang tak pernah kurasakan sebelumnya.
“Ini salahku, kesalahanku, kesalahanku”
Begitu otakku menerima penjelasan Niko.
“Saat itu, dirumah sakit. Ketika kau belum sampai disana. Viky sempat bicara padaku. Memintaku, memohon padaku untuk membuatmu selalu bahagia. Membuatmu keluar dari kehancuran. Begitu yang dia sampaikan. Seolah memahami kau yang dia cintai tak sanggup kehilangan dirinya. Kau tahu, begitu besar cinta Viky hingga diakhir hidupnya pun, kau tetap ada difikirannya”
“Ini salahku.. Saat itu, saat dia tak jua datang, aku menelfon, megirim pesan padanya. Apa saat itu, saat dia membalas pesanku. Apa saat itu benar? Aku, aku ingin mengembalikan semuanya sekarang. Aku ingin kembali kemasa itu. Aku, aku sangat menyesalkan hari itu. Kenapa aku berbuat begitu. Kenapa aku tidak sabar. Kenapa aku tidak menunggunya dengan sabar saja”
ini benar- benar menusuk jantung. Menusuk hingga ke hulu jantungku yang paling dalam. Ingin aku memohon pada tuhan untuk kembalikan waktu kemasa itu.
“Aku ingin mati.. Aku ingin mengikutinya. Meminta pada malaikat agar membawaku bersamanya”
“Kau tidak harus melakukan itu. Saat ini kau adalah tanggung jawabku sepenuhnya. Kau tahu, setelah kejadian hari itu. Aku terus mencarimu. Aku dihantui rasa bersalah. Ingin aku menjelaskan padamu, namun tak ada waktu yang tepat untuk itu. Dan kemaren, ketika aku mengikutimu. Ketika kau berencana menenangkan diri disini. Aku berusaha mengikutimu. Mengikuti langkahmu, dikabut tebal, dirumahmu, dipemakaman Viky, disemua tempat yang kau kunjungi. Semuanya, tanpa terlewatkan”
“Aku pun baru menyadari akan hal itu. Menyadari selama ini. Perasaan diikuti oleh seseorang. Seseorang yang selama ini kukira dia. Ternyata kau, ternyata selama ini kau menghantuiku. Menghantui dengan perasaan bahwa dia masih ada”
“Semoga kau mampu menerima semua ini dengan hati terbuka.”
Terdiam aku melihatnya, melihat tatapannya yang begitu tulus. Tatapan yang tlah dibasahi air mata. Seorang pria dewasa sepertinya. Begitukah dia, itukah dia.
“Niko, kaukah orang yang ada dalam mimpi- mimpiku selama ini?”
Sebentar aku tak mampu menerima semuanya, namun kian lama aku mencoba menelaahnya ke otakku.
“Niko”
Kusebut namanya. Itu Niko. Nama yang selama ini diberitahunya dimimpi- mimpiku. Dia memintaku menerimanya, melepaskan semua kegundahanku pada nama itu. Melepaskan semuanya.
Rangkulannya begitu khas, begitu kuat, dengan aroma tubuhnya.
“Semoga hidup denganku dapat menghapus masa- masa kelammu. Semua ini bukan hanya rasa simpatiku. Tapi rasa sayangku yang begitu besarnya. Karena ku tahu Viky tak akan menyayangi wanita yang salah, wanita kuat yang tegar sepertimu”
The End