Senin, 27 Desember 2010

Jalan Cinta - Irreplaceable Love - Part 1

           Udara segar masuk dan menusuk ke paru- paruku. Dengan tenang aku berjalan menusuri tepian jalan yang sepi tanpa seorang pun terlihat. Dari kejauhan, kudengar suara langkah terengah- engah. 10 Meter langkah tersebut terdengar begitu terburu- buru. Dengan erangan suara yang keras dan khas 5 meter mulai mendekatiku. Sesosok pria tua dengan kayu yang telah terbelah terikat kuat di pundaknya. Kusampaikan senyum pagiku padanya, agar tetap kuat menopang beban itu.

Embun pun semakin pekat dan tebal. Tanpa rasa takut aku tetap berjalan menusuri turunan yang mulai terjal.
“Orang tua yang kuat..”
Menoleh aku kebelakang tanpa ada perasaan aneh. Tak terlihat seorang pun setelah beberapa waktu aku melangkah. Kakek tua yang kuat dan ramah itu sekejab menghilang.
Aku kembali melangkah menusuri jalan. Menusuri tebing curam, dipenuhi rumput liar yang tingginya 2 meter. Begitu tingginya hingga aku tak mampu menengok apa yang ada diseberang rumput itu.
Dari balik embun yang begitu tebal, secercah cahaya yang menyilaukan masuk menembus.
Kudekati embun itu dengan penasaran tinggi dan menyibaknya bagai menyibak sehelai kain. Seorang pria dengan sebuah cahaya lampu yang menerangi langkahnya berjalan dari ketinggian tebing. Sejenak pikiranku terbayang pada kakek tua yang tadi berpapasan denganku. Namun kali ini tak terjadi hal aneh. Bulu remangku pun tak bertindak seperti sebelumnya saat aku bertemu kakek tua yang misterius itu.
Dengan wajah pucat, tatapan penuh rahasia, dan pakaian yang begitu rapi, pria itu menyapaku. Menyebut namaku, hingga tersentak aku dari lamunan memandangnya.
Dia mengenalku, siapa pria yang misterius ini. Begitu tanya dalam hatiku tak mampu  lepaskan pandangan darinya.
Embun tebal yang menutupi pandangan kami tiba- tiba hilang begitu cepat. Bersih dari pandangan, dari bukit- bukit.
“Ya tuhan.. Pria yang menakjubkan..”
 Cahaya lampu pelan- pelan redup mengalahkan sinar mentari. Setiap nadi dan darahku terasa bergetar. Waktu pun terasa ikut berhenti melihat tatapan tajamnya. Perlahan suaranya yang bergetar terdengar berwibawa. Tingkah bodohpun tak mampu kusembunyikan.
Dengan cepat dia menggenggam tanganku, menarikku kesuatu tempat.
Perasaanku berkecamuk, bercampur aduk, tak tau apa yang kurasa. Takut dan senang terpancar dimimik wajahku. Langkahku terhenti disuatu bukit tertinggi dibalik bukit tempat kami bertemu. Hanya satu kalimat yang kudengar ketika dia menarikku ke bukit itu.
“Kau harus melihat malaikat menari- nari disana”
Sepanjang jalan pria itu hanya diam membisu. Yang terdengar hanya desah nafas kami. Desah nafas yang terengah- engah. Akupun tak pernah tau, perasaan apa yang berkecamuk itu. Dengan cepat dia memelukku erat. Membuatku kembali kemasa dimana aku pernah merasakan pelukan yang sama dengan pelukannya. Pandangannya mengarah tajam padaku. Ucapannya membuatku semakin penasaran. Semakin kembali masuk kedalam masa laluku yang terdalam.
Apakah dia orang yang sama.. Apakah itu kamu..
Dengan cepat dia mengalihkan pandanganku. Menatap kearah langit. Mengajakku bersama- sama memandang langit.
“Kau lihat malaikat itu.. kau lihat.. Sebentar lagi kita akan kesana bersamanya. Tapi dia akan mengajakku terlebih dahulu dibanding dirimu”
Lagi- lagi aku terenyah mendengar suaranya yang bergetar. Namun tetap menelaah perkataannya.
“Apa.. Apa yang kau maksud dengan semua ini?”
Dia tetap diam, menutup mata, merentangkan kedua tangannya, dan berteriak.
“Wahai malaikat yang menari- nari. Silahkan bawa diriku. Rasa rinduku telah terlepas saat ini. Dan aku berjanji tidak akan memohonkan hal ini lagi padamu”
Aku merasakan sesuatu yang diluar dugaanku.
Pria ini.. Dia.. Apakah itu kamu.. Ya Tuhan..
Pria itu melepaskan genggamannya, namun aku tak bisa melepaskannya lagi. Melepaskan untuk yang kedua kalinya. Tanpa aku sadari, air mata menetes bercampur linangan keringatku. Tanpa rasa takut dan ragu, aku tau bahwa itu memang dia.
“Sayang.. Aku tau itu kamu.. Kamu dalam wujud yang lain. Karena aku tau semua tentangmu. Bau tubuhmu.. Eratnya pelukanmu.. Hingga rasa hangat dirimu.. aku mengenal itu..”
Pria itu, dia tetap diam. Terdiam hingga embun kembali datang. Menutupi sang surya yang tadi menyinari. Menutupi pandanganku padanya. Dengan curahan tenaga, aku mencoba tetap menggenggam erat tangannya. Tak ingin kulepaskan lagi, karena tak mampu aku dikesendirianku. Tanpa bantuannya, tanpa ada dia disampingku. Dan tiba- tiba, genggamanku terasa longgar. Genggamanku terlepas begitu saja.
 “Sayang.. Maafkan aku.. Kau harus tau.. Akupun tak sanggup melihatmu begitu hancur didunia ini. Aku datang untuk menyampaikan sesuatu. Aku Sangat Menyayangimu. Aku sangat mencintaimu. Aku tak ingin kau berduka atas semua permintaan tuhan ini”
Aku terenyah untuk kesekian kali. Dia pergi dibawa malaikat yang sedang menari- nari tanpa menoleh lagi padaku. tanpa mengucapkan kata selamat tinggal. Tanpa mempedulikan diriku. Ini begitu berat buatku. Begitu menyesakkan dada. Begitu membuat hatiku terluka dengan kepergiannya.
”Aku ingin kau bahagia. Aku ingin kau memiliki keturunan. Jangan tunggu aku lagi. Jangan siksa dirimu lagi sayang. Akan sia- sia semua kerjamu ini. Aku tau kau wanita kuat. Kau pasti mampu menjalaninya.”
Aku memahami suatu saat nanti dikehidupan yang selanjutnya, cinta kami akan abadi. Tapi, otakku tak mampu menerima semua ini. Dikehidupan ini, dikesendirianku.
Semenit setelah para malaikat kembali membawanya. Aku terdiam, duduk dirumput tempat kami berpijak. Berfikir sejenak. Menelaah lagi semua yang baru saja terjadi. Mencoba mengontrol diriku. Dari kelemasan, aku bangkit. Bangkit dari ketidaksanggupanku. Berlari menuruni bukit yang membawaku ketempat itu. Berlari tanpa tau apa yang akan terjadi selanjutnya. Berlari tanpa arah, berlinang air mata. Berlari, dan terus berlari, tanpaku sadari seorang pria bertubrukan denganku. Begitu keras terasa tubrukan itu. Hinggaku tak sadari keberadaanku ditempat itu. Terbangun dari tidurku. Dia menyapaku, membersihkan lukaku.
“Apa kau sudah merasa baikan?”
Suaranya terdengar bergetar. Aku merasa telah kembali ke alam sadar. Segelas air hangat disuguhkannya. Aroma teraphi terasa diruangan itu. Menyadari akan kondisi diriku, pria itu tak berusaha mencari tau tentangku. Tentang apa yang terjadi. Namun terlihat rasa penasaran dimimik wajahnya.
Perlahan aku berusaha bangkit. Berbicara walau hanya sepatah saja. Ucapan terimakasih aku sampaikan pada pria itu. Dia tersenyum sembari menyiapkan makanan untukku. Dengan lembut dia membantu mengangkat tubuhku yang masih lemas itu. Duduk disampingku dengan aroma segar bau tubuhnya. Dengan rambut yang masih basah, pakaian yang rapi, dia menyuguhkan makanan padaku. Aku menerima dengan senang tanpa ada perasaan pria ini akan menyakitiku.
Baru kusadari, ketika kulangkahkan kakiku kebagian jendela rumah itu. Kulihat pemandangan yang begitu indah. Dengan cahaya sang surya yang begitu menghangatkan bukit. Akupun teringat kembali akan kabut embun yang begitu tebalnya subuh tadi. Namun aku tak bisa memastikan apakah semua yang kualami pagi itu nyata adanya.
“Aku Niko..”
Aku menatapnya dan memperhatikan sekeliling. Tak seorang pun selain dirinya yang mendiami tempat itu. Aku menyadari bahwa dia, pria yang memperkenalkan dirinya itu, adalah seorang pria baik. Terlihat dari caranya memanjakanku.
“Apa yang kau lakukan di tempat ini?”
Aku dibuatnya penasaran. Lagi- lagi, begitu banyak pertanyaan yang akan aku sampaikan padanya. Bagaimana mungkin dia tinggal ditempat seperti ini sendirian. Bagaimana mungkin dia bisa membawaku dari tempat itu hingga kerumah ini. Saat aku perhatikan, sungguh tak mungkin dia mampu mengangkat tubuhku yang 45 Kg dengan ketinggian bukit seperti ini.
Sudah cukup rasa penasaranku. Yang aku butuhkan saat ini hanyalah ketenangan. Mungkin saja pria ini mampu menjadi obatku. Semoga saja dia dapat membantuku. Membantu keluar dari masa lalu.
Sejenak aku terdiam memandang jauh kebukit itu. Berharap dapat melihat para malaikat menari- nari di atas sana. Namun nihil memang, langit begitu bersih. Tak ada awan putih disana. Semua yang kulihat hanya angkasa raya, berwarna biru, begitu menyilaukan berbaur dengan sinar sang surya.

         Niko datang entah dari mana. Lantai yang berbahan papan itu menyadarkanku. Ketika aku berdiri menusuri jendela.
Tak terdengar olehku langkahnya berdiri dari balik meja tempat kami menyantap makanan. Namun tiba- tiba dengan cepat dia berada disampingku dan menjawab pertanyaanku.
“Aku sedang melakukan penelitian dikampung ini. Kepala desa merekomendasikanku menginap dirumah ini”
Begitu Niko menerangkan keberadaannya di tempat itu. Aku menerima penjelasannya tanpa berpikir panjang. Tanpa berpikir apakah itu benar atau tidak. Sebentar Niko menghilang dari pandanganku. Dengan cepat dia berada diluar jendela membelah kayu bakar untuk keperluan penerangan nanti malam. Begitu yang dia sampaikan.
Aku berjalan keluar menusuri lantai tua itu dengan suara langkah yang khas. Langkahku terdengar keras. Tanya dalam hatiku. Bagaimana mungkin Niko melewati lantai tanpa suara seperti ini. Pikiran negatif itu langsung kuhapuskan dari otakku.
Kuhampiri dia yang tengah membelah kayu. Kuperhatikan matanya yang tulus. Dengan badan yang cukup tegap. Tentulah banyak wanita dikampus yang mengidam- idamkan dirinya.
Cukup puas aku memandangnya. Terdengar suaranya yang segar menggema.
“Jika kau terus memandangku seperti itu, kau bisa saja jatuh cinta padaku. Dan jika kau telah jatuh cinta, kau tak kan bisa melupakanku..”
Ya tuhan, suara dan ungkapannya begitu menyayat hati. Membuatku bergetar, membuatku merasakan kembali rasa itu. Tanpa memandangku, seolah dia tau apa yang kurasakan. Sekejab dia menghampiriku. Menancapkan kapaknya di belahan kayu terakhir. Duduk disampingku dengan bau keringat yang khas. Mengajakku bicara, memintaku menceritakan semua yang kualami. Namun, aku sendiri tak mampu membagi cerita itu dengannya. Entah apa yang merasukiku, kejadian ini cukup menjadi rahasiaku dan dia yang telah meninggalkanku untuk selamanya.
Dengan cepat tiba- tiba dia menggenggamku. Mengambilku dan menyandarkanku ditubuhnya. Membuatku kembali terhanyut. Dan ini, ini lah yang aku butuhkan. Sebuah rangkulan kuat yang membuatku merasa nyaman, merasa terlindungi. Hangat tubuh dan aroma keringatnya akan tersimpan terus dimemoriku. Dalam lamunanku, menuju ambang tidurkku, sayup aku mendengarnya bicara.
“Aku akan membantumu keluar dari masa lalumu. Mengeluarkanmu dari kesedihan yang bertahun- tahun kau alami. Dan membawamu ketempat indah yang mampu membuatmu bahagia”
Aku merasakan kebahagiaan yang tak tertuga saat itu. Namun bertumpuk pertanyaan yang belum sempat kusampaikan. Sedikit rasa sakitku terobati. Dia, dia yang kudambakan hadir dalam hidupku bertahun- tahun lamanya.
Sore mulai menghampiri wajah kami. Saatnya untukku bersiap- siap berangkat pulang ke Desa sebelah. Namun sore dikala itu memang sore yang indah. Sore yang tak pernah kualami sebelumnya. Sinar sang surya menerpa seluruh bukit. Dengan cahayanya yang mulai redup. Niko menghampiriku dan memintaku masuk kerumah. Pikiranku terganggu. Apa mungkin aku bisa tidur serumah dengan orang yang baru saja aku kenal. Bagaimana mungkin itu bisa terjadi.
Malam semakin larut. Aku segera masuk kerumah tanpa paksaan darinya. Di malam yang gelap, Niko menyalakan api unggun diluar rumah untuk menghangatkan tubuh kami. Sejenak aku terdiam, begitu pula Niko. Sayut- sayut mulai terdengar berbagai keributan yang diciptakan oleh binatang liar yang bersemayam diperbukitan sana. Ini adalah kali pertama dimana aku pernah mengalami hal seperti ini.
Niko duduk terdiam. Memejamkan mata menikmati suara binatang- binatang yang berkecamuk disana. Memikirkan sedang apa mereka, apa yang mereka lakukan.
Ketika itu, dari kejauhan aku mendengar langkah seseorang. Terengah- engah dengan suara yang jelas sekali terdengar. Menyibak rerumputan yang tinggi didepan rumah itu. Dengan suaranya yang keras dan tua, membuatku terkaget setengah mati.
“Niko !!!”
Kakek itu memanggil Niko dengan suara khas orang tua.
“Kakek, mari aku bawakan kayunya”
Niko berlari menusuri kakek tua yang aku temui subuh tadi. Apa hubungan mereka, ada yang aneh disini. Ada yang tidak jelas, ada apa, ada apa sebenarnya disini.
“Pee, ada apa?”
Niko???, ada apa ini. Apa tadi aku sudah memperkenalkan diriku padanya. Niko terdiam ketika sesaat aku terpaku dengan lamunanku sendiri. Seolah Niko menyadari semua hal yang menimpaku. Dia berpaling dan bertanya akan semuanya.

Bersambung..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar